Digital disruption adalah perubahan yang terjadi saat teknologi digital dan model bisnis baru masuk dan memengaruhi proporsi nilai dari barang dan jasa yang ada. Digital disruption ini biasanya perusahaan pendatang baru yang menawarkan solusi lebih bagi permasalahan pelanggan sehingga menjadi pengganggu dari perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri sebelumnya karena menarik pelanggan mereka.
Beberapa contoh digital disruption antara lain:
Sebelumnya, jika ingin makan di restoran, orang-orang harus datang ke restoran tersebut lalu memesan makanan. Tidak jarang juga mereka harus mengantre. Setelah munculnya aplikasi untuk memesan makanan, cukup dengan ponsel bisa dipilih restoran dan menu yang diinginkan. Akan ada kurir yang datang ke restoran dan membelikan makanan lalu mengantarkannya ke rumah. Pelanggan hanya perlu membayar harga makanan dan ongkos antar kurir tersebut.
Aplikasi belanja online juga menjadi digital disruption bagi gerai-gerai dan toko-toko pakaian. Sebelumnya pelanggan harus datang ke toko dan memilih sendiri pakaian dan model yang diinginkan. Kini dengan ponsel pelanggan tinggal memilih pakaian yang diinginkan melalui katalog di aplikasi dan membayar harga pakaian dan biaya pengirimannya. Pembayaran pun bisa dilakukan melalui e-payment, e-wallet, atau bentuk pembayaran daring lainnya tanpa harus datang langsung ke toko.
Dari contoh di atas, bisa dilihat bahwa munculnya digital disruption menjadi tantangan dari manajemen supply chain. Digital disruption dapat berdampak baik bagi manajemen supply chain jika disikapi dengan positif.
Berikut beberapa sikap yang sebaiknya dimiliki oleh pelaku manajemen supply chain dalam memandang digital disruption:
Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menyikapi digital disruption:
Referensi:
https://www.itbusinessedge.com/articles/the-digital-disruption-revolution.html
Prihatmanto, Bambang Haryo. 2018. Supply Chain: Manajemen, Ilmu Pengetahuan, dan Strategi Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.