MENERAPKAN DAN MEMBUDAYAKAN DESIGN THINKING DALAM ORGANISASI

Design thinking adalah pendekatan yang berfokus pada kemanusiaan dengan mengintegrasikan kebutuhan manusia, kemampuan teknologi, dan kesuksesan bisnis. Pentingnya mengadopsi design thinking sebagai pola pikir adalah untuk menghadapi pergeseran dari service economy (ekonomi pelayanan) menjadi experience economy (ekonomi pengalaman). Design thinking dapat dimanfaatkan untuk menciptakan business model yang unggul, service blue print yang peka, dan desain produk yang mengutamakan pengalaman pelanggan. Design thinking memiliki 4 prinsip, yaitu:

  • Empati. Design thinking menekankan titik tolak dari perspektif pengguna yang merasakan manfaatnya dan mengalami persoalannya.
  • Partisipatif. Keluhan dan usulan perbaikan desain datang dari pengguna. Perancang tidak dapat memaksakan idenya.
  • Holistik. Semua pengguna berhak menyatakan idenya, semua keahlian dapat menyumbangkan ide dan solusinya. Perancang, yang disebut design thinker, berperan sebagai fasilitator, penampung ide, dan menerjemahkannya dalam prototipe desain.
  • Visual. Gagasan dan usulan harus disampaikan dalam suatu prototipe yang lengkap secara visual sehingga semua pihak dapat melihatnya secara utuh.

Design thinking dapat diterapkan melalui 5 tahap, yaitu:

  • Emphatize. Design thinker harus memahami dan merasakan alasan di balik perilaku pengguna, serta kebutuhan fisik dan emosional, baik yang tersirat maupun tersurat. Dari tahap ini akan dihasilkan insight atau wawasan sebagai panduan dan pakem untuk merancang solusi inovatif.
  • Define. Langkah untuk menganalisis dan menginterpretasikan berbagai aspirasi (keluhan, usulan) pengguna ke dalam bahasa teknis. Setelah mendapatkan wawasan dari tahap emphatize, perancang kemudian mendefinisikan masalah utama sebagai kompas yang mengarahkan proses design thinking.
  • Ideate. Tahap ini adalah tahap brainstorming. Semua pemangku kepentingan diajak melontarkan ide dan usulan untuk menemukan desain yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Semua ide ditampung dan diperhitungkan lalu dievaluasi dan diseleksi untuk menyelesaikan masalah utama.
  • Prototype. Tahap sintesis berbagai ide dan usulan desain yang dituangkan dalam bentuk desain utuh secara visual. Semua pihak terkait dapat melihat hasil akhir apabila ide-ide mereka disatukan dalam satu desain yang utuh. Prototipe diperbaiki untuk menghasilkan versi selanjutnya yang lebih baik.
  • Test. Menguji prototipe yang sudah dibuat untuk melihat apakah pengguna dapat memahami value dari solusi tersebut. Uji coba dilakukan dalam kondisi sebenarnya untuk bisa mendapatkan umpan balik dari pengguna yang sesungguhnya, di lokasi pengguna sesungguhnya, dan secara real time.

Perusahaan perlu mengembangkan budaya design thinking dan iklim kreatif untuk menciptakan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Berikut adalah proses untuk menciptakan iklim kreatif dan budaya design thinking:

  • Buat tujuan dan komitmen bersama pada level eksekutif perusahaan

    Menerapkan design thinking membutuhkan modal dan upaya yang besar, sehingga jajaran eksekutif harus bersepakat dan berkomitmen penuh.

  • Perusahaan harus memiliki design thinker yang mumpuni

    Perusahaan harus memiliki talenta bidang design thinking sebagai pusat komando pergerakan iklim kreatif dan budaya desain. Jika belum memiliki dapat digunakan konsultan design thinking.

  • Perusahaan harus berani berinvestasi

    Untuk membudayakan design thinking diperlukan modal yang cukup besar seperti yang dijelaskan sebelumnya. Perusahaan harus berani berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan design thinking bagi karyawan.

 

Referensi: Soebekti, Sukono. 2018. Design Thinking sebagai Pola Pikir. Manajemen Oktober 2018. Munir, Ningky Sasanti dan Siti Nuraisyah Suwanda. 2018. Menerapkan Design Thinking. Manajemen Oktober 2018.

Recommended Posts