Why OKR doesn’t Work?

OKR (Objective and Key Results) merupakan salah satu kerangka kerja yang biasanya digunakan organisasi untuk menetapkan tujuan dan mengukur kinerja organisasi maupun individu. Google tercatat sebagai salah satu perusahaan yang menuai kesuksesannya melalui kerangka kerja ini. Meskipun sederhana, implementasi OKR dapat menjadi suatu tantangan tersendiri dan pada akhirnya membuat organisasi menjadi burnout. Sebaliknya, jika dijalankan secara tepat dan efektif, OKR dapat mendukung keberhasilan organisasi.

Berikut beberapa alasan umum mengapa OKR mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan:

  • Kurangnya kejelasan. Jika OKR tidak didefinisikan atau dipahami dengan jelas, tim akan mengalami kesulitan menyelaraskan antara upaya dengan tujuan. Penting untuk menggunakan bahasa yang jelas, spesifik, dan terukur saat menetapkan OKR.
  • Penyelarasan yang buruk. OKR wajib diselaraskan di seluruh level organisasi, mulai dari tujuan tingkat atas hingga individu tim. Ketidakselarasan dapat menyebabkan konflik prioritas dan kurangnya koordinasi.
  • Kurangnya peninjauan dan umpan balik secara reguler. OKR memerlukan pemantauan, peninjauan, dan umpan balik yang berkelanjutan. Mengabaikan langkah-langkah ini dapat mengakibatkan hilangnya akuntabilitas dan visibilitas kemajuan.
  • Kurangnya pengakuan. Elemen ini penting dalam konteks OKR karena dapat meningkatkan motivasi, engagement, dan kinerja secara keseluruhan. Ketika tim mencapai tujuan atau sasaran strategis, mengakui upaya dan pencapaian mereka dapat memperkuat budaya pencapaian tujuan dan mendorong keberhasilan yang berkelanjutan.
  • Ketidakselarasan dengan budaya perusahaan. Jika OKR tidak selaras dengan budaya, nilai-nilai, dan visi jangka panjang organisasi, tim mungkin tidak sepenuhnya menerapkannya. Ketika mereka merasakan ketidakselarasan antara OKR dan budaya organisasi, mereka akan menolak perubahan atau tidak terlibat. Hal ini dapat menghambat komitmen mereka terhadap OKR dan tujuan strategis secara keseluruhan.
  • Alat dan teknologi yang tidak memadai. Tidak adanya atau keterbatasan alat dan teknologi yang sesuai untuk melacak dan mengelola OKR dapat menghambat implementasi kerangka kerja ini. Penggunaan alat dan teknologi yang tidak memadai dalam penerapan OKR juga dapat menghambat efektivitas proses OKR dan menghambat kemampuan organisasi untuk menetapkan, melacak, dan mengelola tujuan dan hasil utama secara efisien.

Untuk mengatasi problem-problem di atas dan membuat OKR bekerja secara efektif, organisasi perlu berinvestasi pada pelatihan yang tepat, komunikasi yang jelas, tinjauan rutin, dan dukungan berkelanjutan. Penting juga untuk menumbuhkan budaya transparansi, akuntabilitas, dan perbaikan berkelanjutan untuk memastikan bahwa OKR berhasil diintegrasikan ke dalam proses dan pola pikir organisasi.

 

Referensi:
https://dannydenhard.com/why-okrs-dont-work/
https://blog.weekdone.com/10-reasons-why-your-okrs-arent-working/
https://www.peoplebox.ai/blog/why-okrs-dont-work-fail/

 

Walmart SWOT Analysis Study Case

Walmart adalah perusahaan ritel terbesar di dunia yang menjual segala sesuatu mulai dari bahan makanan hingga alat musik. Lebih dari 270 juta pelanggan mengunjungi Walmart untuk melakukan pembelian setiap minggunya, sementara banyak pelanggan melakukan pembelian online melalui situs webnya. Walmart dimulai sebagai toko diskon kecil pada tahun 1962 di Arkansas. Setelah 50 tahun Walmart kini telah berkembang menjadi perusahaan pengecer terbesar dengan lebih dari 11.200 toko di 27 negara dan situs web (e-commerce) di 10 negara.

Salah satu cara yang membantu Walmart menggunakan keunggulan kompetitifnya untuk mendominasi dan berhasil tumbuh di industri ritel adalah menggunakan Analisis SWOT. Alat ini memberikan gambaran mengenai posisi Walmart saat ini dalam industri ritel dan menyoroti bidang-bidang di mana perusahaan dapat memanfaatkan kekuatannya, mengatasi kelemahannya, memanfaatkan peluang, dan memitigasi ancaman untuk mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Berikut rincian Analisis SWOT yang dimiliki oleh Walmart:

Kekuatan

  • Kehadiran ritel global: Walmart memiliki jangkauan global yang luas dan beroperasi di banyak negara sehingga memungkinkan Walmart menjangkau beragam pasar dan segmen pelanggan.
  • Skala ekonomi: Ukuran dan daya beli perusahaan yang sangat besar memungkinkannya menegosiasikan persyaratan yang menguntungkan Walmart terhadap pemasoknya sehingga menghasilkan keunggulan biaya dan kemampuan untuk memberikan harga yang kompetitif kepada konsumen.
  • Rantai pasokan yang efisien: Manajemen rantai pasokan Walmart sangat efisien serta menampilkan kemampuan logistik dan distribusi yang canggih. Hal ini mengurangi biaya persediaan dan meningkatkan ketersediaan produk.
  • Beraneka ragam produk: Walmart menawarkan beragam produk, termasuk bahan makanan, elektronik, pakaian jadi, dan barang-barang rumah tangga, menarik basis pelanggan yang luas dan mempromosikan one-stop shopping.
  • Memiliki label pribadi: Merek label pribadi Walmart, seperti Great Value, sering kali menyediakan produk berkualitas dengan harga lebih rendah dibandingkan merek nasional sehingga menumbuhkan loyalitas pelanggan dan meningkatkan margin labanya.
  • Transformasi digital: Walmart telah berinvestasi secara signifikan dalam e-commerce dan teknologi digital, memperkuat kehadiran online dan pengalaman pelanggannya, termasuk inisiatif seperti belanja bahan makanan online dan layanan pengiriman ke rumah.

Kelemahan

  • Masalah ketenagakerjaan: Walmart menghadapi kritik dan tantangan hukum terkait praktik ketenagakerjaan, termasuk masalah upah yang rendah, tunjangan yang tidak memadai, dan tuduhan perlakuan tidak adil terhadap karyawan.
  • Kesuksesan yang terbatas: Meskipun Walmart adalah merek global, tetapi Walmart menghadapi tantangan di beberapa pasar internasional yang memiliki perbedaan budaya dan persaingan lokal yang menghambat pertumbuhannya di negara tersebut.
  • Tekanan kompetitif dari E-commerce: Munculnya raksasa e-commerce seperti Amazon telah meningkatkan persaingan dan mengganggu model ritel tradisional, termasuk Walmart, sehingga mendorong perlunya investasi besar dalam operasional online.

Peluang

  • Pertumbuhan teknologi: Pertumbuhan e-commerce yang berkelanjutan menghadirkan peluang bagi Walmart untuk memperluas kehadiran online dan meraih pangsa pasar ritel digital yang lebih besar.
  • Inisiatif keberlanjutan: Permintaan konsumen akan produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menciptakan peluang bagi Walmart untuk meningkatkan inisiatif keberlanjutannya, menarik konsumen yang juga ramah lingkungan, dan mengurangi jejak lingkungannya.
  • Tren kesehatan: Meningkatnya fokus pada kesehatan dan kebugaran menawarkan potensi bagi Walmart untuk memperluas penawaran produknya dalam kategori ini, termasuk pilihan makanan organik dan sehat.

Ancaman

  • Persaingan digital: Persaingan yang ketat dari raksasa ritel online, seperti Amazon, menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap model ritel tradisional Walmart sehingga memerlukan adaptasi dan investasi berkelanjutan dalam kemampuan digital.
  • Peraturan dan hukum: Walmart menghadapi tantangan peraturan dan hukum yang berkelanjutan terkait praktik ketenagakerjaan, masalah antimonopoli, dan masalah kepatuhan lainnya.
  • Gangguan rantai pasokan: Gangguan pada rantai pasokan global, seperti yang disebabkan oleh bencana alam, ketegangan geopolitik, atau pandemi (misalnya, COVID-19) dapat berdampak pada ketersediaan dan profitabilitas produk.
  • Preferensi konsumen yang berubah: Pergeseran dalam preferensi dan perilaku konsumen dapat mempengaruhi penjualan Walmart dan memerlukan penyesuaian dalam penawaran dan strategi produk.

 

Referensi:

https://thestrategystory.com/blog/walmart-swot-analysis/
https://strategicmanagementinsight.com/swot-analyses/walmart-swot-analysis/
https://businessmodelanalyst.com/walmart-swot-analysis/

 

3 Fungsi KPI Documentation

KPI Documentation mengacu pada proses pencatatan dan pemeliharaan informasi terkait Key Performance Indicators (KPI) dalam suatu organisasi. KPI itu sendiri merupakan ukuran keberhasilan pencapaian sasaran strategis yang akan membantu organisasi melacak kemajuan (progress) dan mengevaluasi kinerja anggota organisasi. Ada berbagai elemen dalam KPI Documentation, seperti sasaran strategis beserta deskripsinya, formula perhitungan, sasaran strategis KPI, unit pengukuran, PIC dan lainnya. Proses ini sangat penting untuk memastikan keselarasan, kejelasan, konsistensi, dan pencapaian KPI yang efektif di seluruh organisasi.

Terdapat 3 fungsi KPI Documentation, yaitu:

  1. Memastikan pemahaman mengenai pengukuran KPI. KPI Documentation memberikan informasi yang jelas mengenai sasaran dan ruang lingkup KPI, seperti faktor yang diukur oleh KPI, mengapa itu penting, dan bagaimana KPI tersebut sejalan dengan sasaran organisasi. Adanya elemen deskripsi KPI, formula, dan unit pengukurannya akan memudahkan individu, bahkan seluruh organisasi, mengetahui bagaimana cara mereka mengukur dan mempresentasikan pencapaian target tersebut.
  2. Knowledge Management (KM). KM adalah proses mengidentifikasi, mengatur, menyimpan, dan menyebarkan informasi dalam suatu organisasi. KPI Documentation memberikan penjelasan terkait pentingnya KPI yang perlu dicapai oleh tim atau individu sehingga seluruh anggota memiliki persepsi yang sama terkait KPI tersebut. Manual KPI yang diturunkan dari level eksekutif ke level manajerial juga menjadi salah satu hal yang mendukung pembangunan KM karena eksekutif perlu memberikan penjelasan yang tepat agar manajer dapat mendorong staf untuk mendukung pencapaian KPI tersebut.
  3. Memfasilitasi komunikasi. KPI Documentation memainkan peran penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam suatu organisasi. Proses ini memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang sama (on the same page) tentang sasaran strategis, metrik kinerja, dan target organisasi sehingga semua orang bekerja ke arah yang sama. KPI yang terdokumentasi juga memberikan kejelasan mengenai apa yang diukur, hasil kerja yang diinginkan, serta bagaimana cara mengukurnya. Kejelasan ini mendorong komunikasi yang terbuka dan transparan, meminimalkan kesalahpahaman, serta meningkatkan kepercayaan.

Pada dasarnya, KPI Documentation berfungsi untuk menyediakan pendekatan terstruktur serta mengomunikasikan standar kinerja individu maupun tim dalam suatu organisasi. Selain tiga fungsi di atas, KPI Documentation juga memengaruhi aspek lain, seperti pengambilan keputusan berbasis data, pembelajaran berkelanjutan, serta pelatihan dan pengembangan yang relevan, terkait dengan KPI tersebut.

 

Referensi:

  • https://blog.hurree.co/6-benefits-of-kpi-reporting
  • https://ibimapublishing.com/articles/JOKM/2017/733562/733562.pdf
  • https://www.staceybarr.com/measure-up/3-reasons-for-documenting-your-kpi-process/
  • https://www.pexels.com/photo/person-choosing-document-in-folder-4792285/

Strategic Leadership Characteristics

Strategic leadership merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai visi atau sasaran strategisnya. Strategic leadership merupakan kemampuan pemimpin untuk merancang dan melaksanakan rencana jangka panjang yang sejalan dengan tujuan dan sasaran organisasi. Untuk memiliki strategic leadership, pemimpin perlu mengembangkan beberapa kemampuan untuk mendukung mereka dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Berikut beberapa karakteristik strategic leadership:

  • Visionary thinking: Strategic leadership mendorong pemimpin memiliki pola pikir maju dan kemampuan untuk membayangkan arah masa depan organisasi. Ini juga membantu pemimpin untukmengembangkan sasaran yang aspirasional sehingga mampu meyakinkan, menginspirasi, dan memotivasi karyawan untuk bekerja menuju sasaran tersebut.
  • Long-term planning: Pemimpin perlu terlibat dalam menetapkan sasaranstrategis, merumuskan strategi, serta menentukan tindakan dan inisiatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut tersebut. Strategic leadership mendorong pemimpin untuk melakukan perencanaan dengan menilai faktor internal dan eksternal, melakukan analisis pasar, serta mengidentifikasi peluang dan risiko untuk mengembangkan strategi yang efektif.
  • Decision-making: Pemimpin perlu membuat keputusan berdasarkan data, analisis, dan pemikiran kritis untuk mempertimbangkan potensi risiko serta keuntungan atas pilihan yang berbeda sehingga keputusan yang diambil dapat memaksimalkan nilai jangka panjang.
  • Adaptability: Kemampuan beradaptasi adalah komponen penting strategic leadership. Pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk mengantisipasi dan menanggapi perubahan lingkungan eksternal, tren industri, serta peluang dan tantangan yang muncul sehingga strategi yang dibuat relevan.
  • Collaboration: Pemimpin perlu meningkatkan kolaborasi dengan karyawan atau tim sehingga keputusan yang diambil efektif dan relevan. Membangun kolaborasi juga membantu memastikan setiap karyawan memiliki arah dan pemahaman yang sama mengenai sasaran strategis yang ditetapkan.
  • Risk management: Manajemen risiko sangat penting dalam strategic leadership karena memungkinkan para pemimpin untuk mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi risiko yang dapat berdampak pada sasaran strategis organisasi. Dengan mengelola risiko secara proaktif, pemimpin dapat membuat keputusan berdasarkan informasi, mengembangkan strategi mitigasi risiko yang efektif, mempromosikan budaya sadar risiko, dan memanfaatkan peluang untuk kesuksesan jangka panjang organisasi.
  • Ethical leadership: Pemimpin perlu bekerja dengan integritas dan menjunjung tinggi standar etika dalam perilaku mereka. Mereka menyelaraskan sasaran strategis organisasi dengan nilai-nilainya. Pemimpin akan memastikan bahwa tindakan dan inisiatif dilakukan secara etis dan bertanggung jawab.
  • Continuous learning: Pemimpin perlu menyadari pentingnya memperoleh serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perspektif baru untuk menavigasi lingkungan bisnis yang kompleks dan selalu berubah.

 

 

Referensi:
https://hbr.org/2013/01/strategic-leadership-the-esssential-skills
https://www.techtarget.com/searchcio/definition/strategic-leadership

What is Innovation?

Inovasi mengacu pada proses menciptakan dan menerapkan ide baru pada produk, layanan, proses, atau model bisnis yang menghasilkan peningkatan signifikan, penciptaan nilai, atau perubahan positif untuk pertumbuhan bisnis. Inovasi mendorong organisasi menyusun konsep-konsep besar untuk menjawab kebutuhan di masa depan. Saat ini, inovasi merupakan salah satu prioritas organisasi untuk mengembangkan bisnis dan membangun keunggulan kompetitif. Menurut McKinsey, lebih dari 80% eksekutif mengatakan bahwa inovasi adalah salah satu dari tiga prioritas utama mereka, namun kurang dari 10% yang melaporkan puas dengan inovasi organisasi.

Inovasi sangat berkaitan dengan pertumbuhan dan keberhasilan bisnis. McKinsey menemukan bahwa organisasi yang melakukan inovasi mendapat keuntungan 2,4 kali lebih tinggi daripada organisasi yang tidak melakukan inovasi. Selain keuntungan, inovasi juga membantu organisasi untuk membangun keunggulan kompetitifnya, meningkatkan fleksibilitas bisnis dalam lingkungan yang terus berubah, serta mendorong organisasi untuk terus mengikuti tren dan perkembangan teknologi.

Untuk melakukan inovasi yang luar biasa, organisasi perlu menjawab beberapa pertanyaan berikut:

  1. Kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi (“siapa”): Siapa target bisnis organisasi dan masalah atau kebutuhan apa yang mereka alami?
  2. Solusi (“apa”): Apa solusi yang tepat untuk menjawab kebutuhan dan masalah pelanggan?
  3. Aksi (“bagaimana”): Bagaimana cara organisasi menciptakan nilai untuk pelanggan? Model bisnis apa yang akan digunakan?

Setelah itu, organisasi perlu melewati berbagai tahap untuk merencanakan dan merealisasikan inovasi. Berikut proses dalam melakukan inovasi:

  1. Menganalisis kondisi lingkungan
    • Mengidentifikasi target pasar, proposisi nilai, model pendapatan, struktur biaya, dan potensi laba atas investasi.
    • Menganalisis menyeluruh tentang dinamika pasar, persaingan, risiko, dan kebutuhan sumber daya.
  2. Mengumpulkan ide
    • Mencari masukan dari karyawan, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya.
    • Gunakan teknik seperti brainstorming atau mind mapping untuk menghasilkan berbagai ide.
  3. Menyaring ide
    • Mengevaluasi dan memprioritaskan ide berdasarkan potensi pasar, keselarasan dengan sasaran strategis, dan sumber daya yang tersedia.
    • Menilai kecocokan ide dengan kemampuan organisasi, persaingan, dan kebutuhan pasar.
    • Hilangkan ide-ide yang tidak sejalan dengan sasaran strategis atau kurang layak.
  4. Mengembangkan konsep
    • Mewujudkan ide-ide yang dipilih menjadi konsep yang lebih rinci.
    • Melakukan riset pasar dan analisis kelayakan untuk memastikan potensi konsep.
  5. Mengembangkan prototype dan pengujian
    • Bangun prototype atau minimum viable product (MVP) untuk menguji kelayakan konsep.
    • Melakukan pengujian untuk pengguna dan kumpulkan umpan balik untuk menyempurnakan prototype.
    • Mengulangi prototype berdasarkan wawasan pengguna dan sesuaikan konsepnya.
  6. Implementasi
    • Mengembangkan rencana implementasi, termasuk alokasi sumber daya, jadwal, dan kolaborasi atau kemitraan yang diperlukan.
    • Mendapatkan persetujuan, pendanaan, dan sumber daya yang diperlukan untuk memulai inovasi.
    • Menjalankan perubahan.
    • Memantau dan mengevaluasi kinerja inovasi.
    • Melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan.
  7. Evaluasi
    • Terus memantau dan mengevaluasi dampak inovasi, kinerja, dan umpan balik pelanggan.
    • Menumbuhkan budaya continuous improvement dengan terus mengevaluasi dan membuat penyesuaian untuk lebih meningkatkan inovasi.

 

Referensi:
https://www.mckinsey.com/featured-insights/mckinsey-explainers/what-is-innovation
https://online.hbs.edu/blog/post/importance-of-innovation-in-business
https://learnenglish.britishcouncil.org/skills/reading/b1-reading/innovation-business

Tips Mengembangkan Continuous Improvement

Karyawan merupakan inti sebuah bisnis sehingga penting bagi organisasi untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki kinerja yang maksimal, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka akan melakukan kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Fenomena ini merupakan salah satu alasan bagi organisasi untuk mengimplementasi continuous improvement, yaitu kerangka kerja yang mendorong pertumbuhan serta perkembangan organisasi melalui perbaikan-perbaikan kecil namun bertahap. Dengan kerangka kerja ini, karyawan diharapkan terus berkembang setiap harinya. Dalam penerapannya, continuous improvement juga menumbuhkan budaya peduli, kreatif, dan inisiatif.

Berikut beberapa tips untuk mengembangkan continuous improvement:

  1. Mempromosikan budaya pembelajaran dan tindakan
    Dorong karyawan di semua tingkatan untuk mencari pengetahuan baru, mengembangkan keterampilan mereka, dan terus mengikuti tren industri. Organisasi juga perlu menyediakan sumber daya seperti pelatihan dan pengembangan untuk mendukung continuous improvement. Semua proses pembelajaran tidak boleh hanya dalam bentuk pemikiran saja, tetapi juga tindakan yang diwujudkan dalam inisiatif continuous improvement.
  2. Menggunakan sistem reward
    Continuous improvement mendorong karyawan untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan agar karyawan tidak melakukan kesalahan yang sama di masa depan sehingga organisasi dapat menggunakan sistem reward and punishment untuk mendukung hal tersebut. Berikan reward kepada karyawan yang berhasil meningkatkan kinerjanya dan buat perlombaan (bila perlu) untuk memacu inisiatif continuous improvement.
  3. Mengevaluasi kinerja karyawan
    Mungkin sudah saatnya kita menilai kinerja karyawan, tidak hanya berbasis pada pekerjaan atau posisi mereka saja, tetapi juga apa inisiatif mereka untuk membuat lingkungan pekerjaan menjadi lebih baik lagi. Saya pikir ini menimbulkan semangat di kalangan manajemen puncak dan juga level menengah atau bawah, asal dikelola dengan baik dan diberikan penguatan (reinforcement) yang relevan.
  4. Memberikan umpan balik
    Setelah melakukan evaluasi, kita dapat memberikan umpan balik yang membangun kepada karyawan berupa saran, kritik, teguran, serta apresiasi terhadap kinerja karyawan sehingga mereka dapat melakukan evaluasi diri dan berusaha meningkatkannya continuous improvement di kemudian hari. Pemberian umpan balik negatif juga perlu diimbangi dengan umpan balik positif sehingga karyawan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk memperbaiki diri.
Referensi:
https://www.betterup.com/blog/continuous-improvement#:~:text=Continuous%20improvement%20helps%20you%20stay,if%20they’re%20worth%20pursuing.
https://www.simplybusiness.co.uk/knowledge/articles/2022/06/what-is-continuous-improvement/

Latar Belakang Continuous Improvement

Continuous improvement adalah kerangka kerja yang mendorong organisasi untuk melakukan perbaikan dan pengembangan secara terus menerus dengan menganalisis kesalahan serta masalah pada lingkungan bisnis secara berkala agar kesalahan tersebut tidak diulangi di masa depan. Identifikasi Ini dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti meminta umpan balik karyawan, umpan balik pelanggan, analisis data, pembandingan, dan evaluasi proses. Setelah itu, organisasi dapat menyusun strategi perbaikan yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada. Jadi, organisasi perlu melakukan perubahan – perubahan kecil, namun dilakukan secara berkelanjutan sehingga terjadi pertumbuhan yang bertahap. Untuk mendukung continuous improvement, organisasi perlu membangun budaya yang merangkul perubahan dan komitmen setiap pemangku kepentingan agar bekerja dengan lebih baik dari hari ke hari.

BACA JUGA: WHAT IS CONTINUOUS IMPROVEMENT?

Bahan bakar utama dalam continuous improvement adalah masalah yang perlu diselesaikan. Terdapat dua faktor yang melatarbelakangi masalah yang timbul di organisasi: faktor eskternal (Voice of Customer) dan faktor internal (Voice of Business):
  • Voice of Customer (VoC). VoC adalah istilah yang sering digunakan dalam bisnis untuk menekankan pentingnya memahami dan menyelaraskan perspektif pelanggan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan strategi. Untuk menilai masalah yang timbul pada pelanggan, organisasi perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi umpan balik mengenai pengalaman, keluhan, kebutuhan, dan harapan mereka terhadap produk. Pendekatan VoC bertujuan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif langsung dari pelanggan untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi, opini, dan kritik mereka. Umpan balik ini dapat diperoleh melalui berbagai saluran, seperti survei, wawancara, media sosial, dan ulasan pelanggan. VOC adalah bahan bakar utama bahkan dalam proses continuous improvement.
  • Voice of Business (VoB). VoB mengacu pada perspektif, wawasan, dan prioritas organisasi itu sendiri. Ini mencakup sudut pandang internal, tujuan, dan strategi bisnis yang mendorong pengambilan keputusan strategis. Sementara VoC berfokus pada umpan balik pelanggan, VoB berpusat pada umpan balik pemangku kepentingan internal dalam organisasi. Faktor ini dapat mencakup sistem kerja, budaya, manajemen organisasi, dan lainnya. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pendekatan pengumpulan data, misal survei, diskusi kelompok yang terfokus, atau pengamatan langsung kepada seluruh dinamika pemangku kepentingan mengenai kepuasan, kebutuhan, hambatan, dan saran mereka terhadap manajemen organisasi. Dengan adanya pengumpulan data ini, organisasi dapat menetapkan prioritas dan penyelesaikan masalah internal yang tepat untuk menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan.
  Referensi: https://www.qualtrics.com/experience-management/customer/what-is-voice-of-customer/#:~:text=Voice%20of%20the%20Customer%20(VoC)%20is%20a%20term%20that%20describes,for%20your%20products%20or%20services. https://www.projectmanagement.com/contentPages/wiki.cfm?ID=238047&thisPageURL=/wikis/238047/voice-of-the-business#_=_    

What is Continuous Improvement?

Continuous improvement adalah kerangka kerja yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan atau perbaikan kecil, namun dilakukan secara berkelanjutan demi kemajuan organisasi. Kerangka ini bermula dari masalah – masalah yang timbul di lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal. Aspek internal dipengaruhi oleh Voice of Business, yaitu masalah yang timbul karena kebutuhan internal operasional bisnis, sedangkan aspek eskternal dipengaruhi oleh Voice of Customer, yaitu masalah yang timbul karena keluhan dan kebutuhan pelanggan. Dari masalah tersebut, organisasi dapat mengidentifikasi akar masalah dan membuat langkah-langkah untuk menyelesaikannya.

Menganalisis Problem –>  Mengidentifikasi Root Cause –>  Membuat Action Plan

Continuous improvement didasari oleh salah satu filosofi Jepang, yaitu Kaizen (改善) yang berasal dari dua kata bahasa Jepang, yaitu Kai (perubahan) dan Zen (baik) sehingga diterjemahkan menjadi perubahan untuk menciptakan kebaikan. Dalam bisnis, Kaizen mengacu pada aktivitas yang terus melakukan peningkatan pada semua fungsi bisnis. Dalam penerapannya, Kaizen berfokus pada melakukan perubahan kecil setiap hari untuk menghasilkan peningkatan besar di masa depan. Dari perubahan tersebut, karyawan diharapkan mampu memperbaiki kinerjanya dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.

Berikut manfaat continuous improvement bagi organisasi:

  1. Meningkatkan kualitas produk atau layanan. Continuous improvement menuntut organisasi untuk terus berkembang mengikuti tren dan melakukan perbaikan untuk area-area tertentu sehingga organisasi dapat terus meningkatkan kualitas produknya untuk memuaskan serta menjawab kebutuhan pelanggan.
  1. Produk yang lebih relevan. Continuous improvement ditetapkan berdasarkan masalah – masalah yang ada, khususnya masalah eksternal, yaitu kebutuhan dan keluhan pelanggan. Setelah mengetahui masalah yang dialami pelanggan, organisasi dapat meperbaiki, mengubah, atau menciptakan produk baru yang sesuai dengan tren dan kebutuhan pelanggan sehingga menjaga eksistensi dan mendorong pertumbuhan bisnis.
  1. Mendukung inovasi. Continuous improvement mendorong bisnis untuk proaktif dan responsif terhadap perubahan kondisi pasar, permintaan pelanggan, dan kemajuan teknologi sehingga organisasi harus bereksperimen dengan ide atau proses baru yang mengarah kepada kinerja yang lebih baik. Perbaikan terus menerus adalah cikal bakal dan sangat dapat mendorong proses inovasi yang berkelanjutan.
  2. Pertumbuhan berkelanjutan. Continuous improvement adalah pendekatan pembangunan bisnis jangka panjang. Dengan kerangka ini, organisasi perlu konsisten (menjadi budaya) mencari peluang untuk pertumbuhan serta perbaikan sehingga organisasi dapat terus bertumbuh dan bertahan di lingkungan bisnis yang terus berubah.

 

Referensi:

https://www.productplan.com/glossary/continuous-improvement/#:~:text=What%20Is%20Continuous%20Improvement%3F,opportunities%20to%20cut%20unproductive%20work.

https://www.planview.com/resources/articles/lkdc-importance-continuous-improvement/

 

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Tujuan Succession Planning

Succession planning adalah proses strategis dan sistematis organisasi untuk memastikan ketersediaan talenta dalam menjamin keberlangsungan dan keunggulan kompetitif organisasi. Proses ini merupakan salah satu hal yang menjadi prioritas organisasi saat ini karena LinkedIn (2021) menemukan bahwa dalam 20 tahun terakhir, pergantian CEO merupakan salah satu fenomena yang menjadi masalah dengan rata-rata masa jabatan kurang dari lima tahun. Data lain menyatakan bahwa lebih dari 74% pemimpin melaporkan bahwa mereka tidak siap dan kurang pelatihan untuk tantangan yang mereka hadapi sebagai pemimpin. Fenomena ini disebabkan karena organisasi tidak merancang succession planning dengan tepat sehingga talenta yang dipilih tidak relevan.

Berikut lima tujuan utama succession planning adalah:

  • Meningkatkan stabilitas organisasi. Dengan succession planning yang baik, organisasi dapat memastikan kelancaran transisi kepemimpinan tanpa gangguan pada operasi bisnis karena selalu ada talenta lain yang siap untuk menggantikan dan mengisi peran kunci tersebut. Succesion planning memiliki dampak positif atas keberlangsungan bisnis (business sustainability).
  • Meningkatkan kontribusi talenta. Succession planning berfokus pada mengidentifikasi dan mengembangkan talenta berpotensi tinggi. Proses ini termasuk memberi talenta pelatihan, pendampingan, dan kesempatan untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman yang diperlukan sehingga talenta dapat memberikan kontribusi.
  • Meningkatkan retensi talenta. Succession planning membuat jalur yang jelas untuk kemajuan karier talenta dalam organisasi sehingga mampu meningkatkan kepuasan dan loyalitas mereka. Ketika talenta melihat peluang pertumbuhan potensial, mereka lebih cenderung bertahan dan berjuang dengan perusahaan.
  • Mengurangi biaya rekrutmen. Beberapa perusahaan memilih untuk mengembangkan talenta internal daripada merekrut talenta baru karena menghindari proses adaptasi yang membutuhkan waktu yang panjang sehingga dapat menghemat waktu dan biaya untuk rekrutmen eksternal.
  • Mempersiapkan generasi baru. Masuknya generasi baru ke angkatan kerja menandakan pergerseran generasi atas yang harus pensiun. Dengan succession planning, organisasi dapat mempersiapkan talenta potensial terlebih dahulu sebelum angkatan kerja atas meninggalkan organisasi sehingga proses bisnis dapat terus berjalan tanpa adanya kekosongan posisi.

 

Referensi:

https://www.techtarget.com/searchhrsoftware/definition/succession-planning
https://www.linkedin.com/pulse/5-shocking-succession-planning-statistics-harsh-how-elliott-powell/

 

What is Succession Planning?

Succession planning adalah proses strategis dan sistematis yang dilakukan oleh organisasi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan talenta yang berpotensi mengisi posisi kepemimpinan di masa depan. Tujuan succesion planning adalah untuk memastikan proses pergantian kepemimpinan berjalan dengan lancar dan menjaga stabilitas organisasi ketika terjadi kekosongan posisi penting karena pensiun, promosi, pengunduran diri, atau alasan lainnya. Proses ini mencakup rekrutmen, assessment, memilih kandidat potensial, pelatihan dan pengembangan, dan peninjauan talenta.

Succession planning merupakan salah satu solusi bagi organisasi untuk menghindari masalah-masalah yang timbul akibat kekosongan posisi. Sering kali, kekosongan posisi menyebabkan organisasi tergesa-gesa dalam menilai kandidat, baik internal atau eksternal, sehingga manajemen memilih talenta yang kurang tepat dan pada akhirnya berdampak pada penurunan kinerja organisasi. Selain itu, kesalahan lain yang sering dilakukan adalah tidak mempersiapkan talenta dengan matang. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Training Industry (2021) yang menyatakan bahwa organisasi di Amerika Utara menghabiskan lebih dari $370 miliar untuk program pengembangan kepemimpinan, namun 5 dari 6 manajer tidak puas dengan hasilnya (kemungkinan Indonesia juga mengalami hal yang sama).

Untuk mengatasi masalah tersebut, organisasi dapat mengikuti lima tahap berikut untuk melakukan succession planning yang efektif:

  • Rekrutmen. Biasanya, succession planning dilakukan dengan mengembangkan talenta internal karena organisasi merasa karyawan sudah mengenal budaya organisasi sehingga tidak membutuhkan waktu untuk beradaptasi lagi, namun dalam beberapa situasi rekrutmen eksternal perlu dilakukan jika terdapat posisi yang tidak dapat diisi secara internal melalui pengembangan dan promosi.
  • Pemilihan kandidat potensial. Setelah mengumpulkan kandidat potensial, organisasi dapat memilih kandidat yang dianggap paling mampu mengisi posisi yang dibutuhkan. Tahap ini melibatkan proses sistematis untuk menilai (assess) kemampuan yang sudah dimiliki saat ini.
  • Pelatihan dan pengembangan. Setelah menetapkan talenta potensial, organisasi perlu menganalisis kebutuhan talenta dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin yang baru. Organisasi dapat melakukan penilaian terhadap pengetahuan dan keterampilan talenta dalam bentuk tes, FGD, presentasi atau study case. Selain keterampilan teknis, organisasi juga perlu menilai keterampilan manajerial, seperti komunikasi, kolaborasi, kecerdasan emosi, dan lainnya.Pelatihan dan pengembangan.
  • Peninjauan talenta. Setelah resmi menduduki posisi pemimpin, organisasi harus melakukan monitoring terhadap kinerja dan komitmen talenta atas posisinya barunya. Dengan monitoring, organisasi dapat memastikan bahwa penerus yang teridentifikasi mengalami kemajuan secara efektif dalam perkembangan mereka. Organisasi juga dapat memberikan bantuan jika penerus menemukan masalah, hambatan, dan tantangan saat mereka menduduki posisi tersebut.

 

Referensi:
https://trainingindustry.com/wiki/learning-services-and-outsourcing/size-of-training-industry/
https://www.linkedin.com/pulse/5-shocking-succession-planning-statistics-harsh-how-elliott-powell/
https://www.techtarget.com/searchhrsoftware/definition/succession-planning