PENTINGNYA RESKILLING KARYAWAN DI DALAM PERUSAHAAN

Apakah organisasi siap menghadapi tuntutan globalisasi yang selalu berkembang? Pandemi telah menyebabkan percepatan digitalisasi yang mengakibatkan beberapa jenis pekerjaan dapat digantikan oleh teknologi. Menurut laporan World Economic Forum (2020), terdapat 97 juta pekerjaan baru yang akan muncul pada tahun 2025 akibat pandemi, digitalisasi, dan otomatisasi. Di lain sisi, penelitian McKinsey (2020) menemukan bahwa 87% perusahaan mengalami kesenjangan keterampilan, namun lebih dari setengahnya tidak memahami cara mengatasi masalah ini dengan baik. Oleh karena itu, organisasi perlu meningkatkan kompetensi karyawan yang relevan untuk menjawab tantangan di masa mendatang.

Continue reading

TIPS MENINGKATKAN RETENSI KARYAWAN

Tidak peduli ukuran atau tahapan bisnis, tingkat keluar masuk karyawan yang tinggi memiliki dampak yang tidak baik bagi perusahaan. Wall Street Journal mencatat bahwa perusahaan dapat mengeluarkan biaya hingga dua kali lipat gaji karyawan untuk mencari dan melatih pengganti karyawan yang keluar. Tidak hanya dampak finansial, tingkat turnover yang tinggi juga dapat menurunkan basis pengetahuan di perusahaan serta menurunkan kinerja dan moral.

Idealnya, perusahaan mencari karyawan baru untuk mengembangkan usaha bisnisnya. Berikut tips kami untuk mempertahankan karyawan di perusahaan Anda:

  1. Kembangkan rencana orientasi untuk karyawan baru

    Memulai pekerjaan adalah hal yang melelahkan. Banyak hal yang perlu dipelajari dan dikuasai. Perusahaan perlu menyiapkan proses orientasi untuk secara bertahap membekali karyawan baru dengan poin penting dalam menjalankan perannya. Karyawan baru memerlukan waktu satu hingga dua hari untuk belajar dan hingga 3 bulan untuk beradaptasi, bahkan lebih. Orientasi ini dapat dijalankan salah satunya melalui rangkaian email dalam periode tertentu untuk menjaga karyawan baru merasa terlibat dan termotivasi.

  1. Tawarkan kompensasi dan benefit yang kompetitif

    Jika perusahaan ingin mempertahankan karyawan yang kompeten dan berperforma bagus, perusahaan perlu menyusun paket kompensasi untuk karyawan tersebut. Kompensasi yang diberikan berdasarkan: kemampuan dan pengalaman karyawan, permintaan dan penawaran (kelangkaan tenaga kerja), lokasi geografis, dan senioritas pekerja. Gaji yang tinggi tidak selalu bisa menahan karyawan yang ingin keluar dari tempat kerja saat ini sehingga perlu dilengkapi dengan benefit yang sesuai dengan motivasi karyawan. Setelah mencari tahu apa yang menjadi motivasi karyawan bekerja, paket kompensasi dan benefit dapat disesuaikan.

  1. Berikan lingkungan kerja dan budaya yang nyaman

    Karyawan ingin bekerja di tempat yang aman dan nyaman. Itulah mengapa kantor perlu berada di lingkungan yang aman serta memiliki ventilasi yang baik, penerangan yang baik, dan suhu yang nyaman. Perusahaan juga perlu memiliki budaya yang sesuai dengan industri, melibatkan karyawan, dan memotivasi mereka. Di Samahita Wirotama, Bapak Ferry Wirawan Tedja menekankan untuk selalu mengerjakan hal dengan cara yang termudah. Itu berarti karyawan bebas memiliki metode apapun untuk menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang sesingkat mungkin.

  1. Berikan coaching dan mentoring untuk perjalanan karir

    Karyawan ingin mengetahui apakah mereka memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan membangun karir. Menurut penelitian Linkedin tahun 2018, 93% karyawan akan bertahan dalam perusahaan jika merasa perusahaannya memberi kesempatan berkarier sehingga karyawan dapat berkembang. Ditambah lagi, dalam survei yang sama dinyatakan 68% karyawan lebih suka belajar di tempat kerja. Coaching dan mentoring karier tidak lagi hanya untuk jabatan C-Suite. Menciptakan jalur karier yang jelas bagi karyawan baru adalah cara yang bagus untuk menunjukkan perusahaan berinvestasi di masa depan karyawannya.

  1. Jaga hubungan baik antara karyawan dan atasan

    Menurut survei McKinsey, 85% faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal di tempat kerja adalah hubungan antara karyawan dengan manajemen/manajer. Karyawan merasa lebih dihargai dan memiliki kualitas hubungan interpersonal yang baik dari komunikasi yang lancar dengan manajemen. Perusahaan perlu mendorong manajer untuk bersikap lebih terbuka pada bawahannya dengan memberikan pemahaman, menjadi role model, memberikan pelatihan, serta melalui mekanisme formal seperti memberi pujian bahkan promosi.

Sudah waktunya perusahaan mengurangi beban biaya dengan lebih cermat. Mempertahankan talenta terbaik di perusahaan terbukti memberikan perbaikan finansial dan basis kinerja secara menyeluruh.

 

Sumber:
https://www.strategyhouse.com/blog/3-key-elements-of-an-employee-retention-strategy/
https://learning.linkedin.com/resources/workplace-learning-report-2018#trends
https://www.forbes.com/sites/steveolenski/2015/03/03/7-tips-to-better-employee-retention/?sh=1c408247452b
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-boss-factor-making-the-world-a-better-place-through-workplace-relationships

MENGEMBANGKAN ALTERNATIF SOLUSI DI PERUSAHAAN

Setelah kita mampu mengidentifikasi adanya masalah, maka hal kedua yang sangat perlu dilakukan adalah mulai mengembangkan alternatif solusi. Balik lagi, sering kali karyawan baru kurang kreatif dalam mengembangkan alternatif solusi karena mereka kurang memiliki wawasan terhadap peraturan atau praktik kerja yang ada. Sementara karyawan-karyawan senior, mereka telah memiliki pengalaman tentang suatu keadaan atau kejadian

Beberapa hal yang menjadi sumber solusi di perusahaan:

  • Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PP atau PKB adalah sumber peraturan, ketentuan umum, kebijaksanaan perusahaan yang perlu diketahui oleh semua orang. Sayangnya, keberadaan PP dan PKB yang strategis ini tidak diketahui dan dipahami oleh semua pihak, bahkan pihak manajemen puncak. Jarang ada manajemen puncak yang memedulikan PP dan PKB di perusahaannya karena mereka menganggap itu tidak penting dan bisa didelegasikan kepada tim HR atau IR (Industrial Relation) mereka. Justru para buruh dan pekerja yang pintar yang memanfaatkan kelemahan manajemen ini. PP dan PKB adalah sekumpulan peraturan yang harus dikuasai oleh semua karyawan, utamanya para atasan harus memahami sehingga mereka paham, mana yang merupakan masalah dan mana yang merupakan solusi karena sebagian besar sudah disediakan di sana. PP dan PKB yang baik adalah yang mampu menangkap gejala, isu, dan masalah yang kerap dan berpotensi terjadi di perusahaan sehingga ketika itu terjadi, manajemen mampu memberikan tanggapan dan solusi yang tepat.

  • Kebijakan dan Prosedur. Banyak isu dan masalah yang ada di lapangan perusahaan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, ketika perusahaan tidak memiliki dokumen Kebijakan dan Prosedur secara tertulis sehingga solusi biasanya dimiliki oleh para senior dan itu pun mengacu kepada kebiasaan. Ketika Kebijakan dan Prosedur dibuat secara tertulis, seorang karyawan baru pun mampu memberikan solusi karena ada ketentuan tertulisnya. Sebagai contoh, seorang Staf Rekrutmen mendapatkan suatu isu atau masalah, apakah dia diijinkan untuk merekrut calon karyawan yang masih memiliki hubungan darah dengan karyawan lain di perusahaan itu. Ketika dicek di PP atau PKB perusahaan, ternyata tidak ada aturan baku dan jelas tentang hal itu. Di dalam Kebijakan Rekrutmen dan Seleksi tercantum bahwa calon karyawan tidak diijinkan memiliki hubungan semenda sampai dua tingkat dengan karyawan yang ada. Akhirnya, Staf tersebut berani memutuskan bahwa dia tidak akan melaksanakan rekrutmen terhadap kandidat tersebut..

  • Instruksi Kerja (IK). IK adalah dokumen kerja yang lebih detail daripada kebijakan dan prosedur. Kalau kebijakan berisi ketentuan umum yang akan memandu pelaksanaan prosedur, maka prosedur berisi langkah-langkah dalam menjalankan Kebijakan tersebut. PP dan PKB bersifat umum, sedangkan Kebijakan bersifat lebih khusus, di mana pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam bentuk prosedur. IK mengatur langkah-langkah kerja dalam prosedur. Misalnya dalam Kebijakan dan Prosedur Rekrutmen dan Seleksi dinyatakan ada sebuah langkah kerja yaitu menyeleksi karyawan dengan alat tes, maka IK akan menerangkan lebih detail cara alat tes tersebut diberikan kepada kandidat, mulai dari instruksi pengerjaan sampai pelaksanaan detail administrasinya. Karyawan akan sangat tertolong ketika mereka menghadapi masalah dalam hal pelaksanaan suatu pekerjaan, ketika mereka menemukan IK dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

  • Knowledge Portal. Saya pernah mewawancarai seorang yang bekerja di perusahaan multi nasional di Surabaya. Dia tidak pernah memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja di bidang itu, namun karena ketekunannya dalam mencari informasi dan pengetahuan tentang sesuatu hal, maka jadilah dia ahli di bidang itu. Jadi, perusahaannya sudah menerapkan Knowledge Portal (yang adalah salah satu perwujudan pelaksanaan Knowledge Management), di mana setiap karyawan yang membutuhkan pengetahuan tertentu tentang sesuatu isu atau permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan, bisa mengaksesnya dan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan di sana. Begitu powerful-nya sehingga sampai hari ini saya memimpikan bisa mewujudkan hal ini ke dalam sebuah perusahaan!

  • Karyawan Senior. Apabila perusahaan tidak memiliki sumber-sumber pengetahuan atau solusi secara tertulis, maka harapan terakhir karyawan baru supaya bisa menampilkan kinerja terbaiknya adalah berinteraksi dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan wawasan dari karyawan senior yang sudah bekerja sangat lama di perusahaan tersebut. Di tangan para karyawan senior itulah terletak pengalaman dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Tentu ini bukanlah situasi yang ideal untuk perusahaan dan karyawan baru karena pada kasus ini, karyawan senior seperti pihak yang sangat kuat dalam bernegosiasi dan berkuasa dalam memberikan informasi yang akurat. Semua akan tergantung kepada mereka, namun semuanya tidak bisa terhindarkan ketika sistem tidak ada dan semuanya bergantung kepada manusia.

Apabila seorang karyawan mampu mengembangkan pemahaman tentang organisasi, kebiasaan kerja dan peraturan, serta prosedur yang ada dalam perusahaan, maka dia akan memiliki cukup wawasan untuk mengembangkan beberapa alternatif solusi. Saya yakin bahwa setiap alternatif solusi memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan alternatif solusi akan lebih baik dipresentasikan kepada atasan dalam bentuk sebuah tabel perbandingan. Lebih baik lagi apabila kelebihan dan kelemahan tersebut dibuat dalam bentuk angka sehingga perbandingan akan menjadi lebih mudah.

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

MENGAPA KARYAWAN HARUS MEMBERIKAN UMPAN BALIK?

Apa pun alasannya, jika kita sebagai bawahan tidak memberikan umpan balik, maka atasan akan memandang kita sebagai sosok yang tidak efektif. Akibatnya, ketika seorang atasan yang sudah memberikan instruksi dan tidak menerima umpan balik, lalu beberapa saat kemudian dia teringat dengan instruksi yang sudah diberikan kepada bawahan tapi masih juga belum menerima umpan balik, pasti dia segera menelepon/mencari bawahan tersebut. Ketika dia bertanya, kita mungkin bisa membayangkan bukan dalam kondisi yang menyenangkan, tetapi cenderung dengan nada yang tinggi.

Mengapa kita harus memberikan umpan balik?

  1. Untuk menerima evaluasi atasan kita

    Itu adalah hal yang cukup konstruktif. Ketika kita melaporkan apa yang sudah kita kerjakan, sering kali kita akan menerima masukan-masukan dari atasan kita. Bahkan, atasan mungkin akan memberitahukan tips dan trick dalam melakukan instruksinya. Sebelum kita melakukan instruksi tersebut, belum tentu kita lebih cepat mengerti tips dan trick dari atasan. Ketika kita sudah melaksanakannya, maka pemahaman kita akan lebih bagus ketika atasan memberikan masukannya.

  1. Untuk menunjukkan efektivitas pribadi kita

    Sangat menyenangkan memiliki bawahan yang bisa mengingatkan atasannya akan instruksi apa saja yang sudah ia kerjakan. Ketika bawahan memberikan umpan balik kepada atasan tentang semua instruksi yang diberikan, maka bawahan dipandang sebagai pribadi yang efektif yang sanggup membantu atasan untuk bekerja.

  1. Untuk memberikan kesan positif kepada atasan

    Atasan cenderung mampu untuk mengingat bawahan yang memberikan umpan balik karena mereka sendiri juga sudah disibukkan dengan banyak hal. Ketika bawahan mengabarkan umpan balik, apalagi keberhasilan; itu akan membuat penilaian yang positif di matanya.

  1. Untuk mendapatkan promosi lebih mudah

    Atasan memberikan promosi kepada orang yang paling diingat. Orang yang paling diingat adalah orang yang sering memberikan umpan balik atas instruksi yang telah diterimanya. Promosi diberikan atasan kepada siapa saja yang memberikan umpan balik paling konsisten kepadanya. Saya percaya saya mendapatkan promosi karena saya konsisten untuk memberikan umpan balik (bukan untuk cari muka!).

  1. Untuk mendapatkan instruksi lebih lanjut

    Banyak orang malas memberikan umpan balik karena mereka malas menerima instruksi lebih lanjut. Banyak orang menghindar dari atasan untuk menghindari pekerjaan yang semakin banyak. Padahal pekerjaan yang sedikit lebih berbahaya karena bisa saja perusahaan mau bangkrut. Jika kita menerima pekerjaan yang semakin banyak, memang lebih menimbulkan stres, tetapi itu lebih konstruktif dibandingkan stres karena tidak ada pekerjaan. Jika kita menerima instruksi selanjutnya, maka sebetulnya lebih memastikan bahwa kita tetap dipekerjakan (meningkatkan employability)! Lebih jauh lagi, instruksi lebih lanjut membuat kita belajar lebih banyak lagi dan berkembang.

Sekali lagi, memberikan umpan balik adalah bentuk pertanggungjawaban kerja yang paling mudah dan sangat efektif untuk memberikan penilaian yang positif tentang diri kita sebagai bawahan. Umpan balik adalah modal pembelajaran terus-menerus, baik untuk bawahan maupun atasan. Kadang atasan memberikan suatu instruksi di mana dia ingin mencoba dan menyelidiki akan sesuatu hal, namun dia tidak mempunyai waktu untuk melakukannya sendiri. Dia bisa belajar banyak hal dari umpan balik bawahan. Semakin detil umpan balik bawahannya, dia akan mendapatkan lebih banyak. Dengan demikian dia akan merasa bahwa bawahannya adalah pribadi yang penting dan berharga dalam perkembangan kariernya.

 

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

TUJUAN MENGELOLA ATASAN

Selama ini kita mengenal bahwa manajemen lebih cenderung untuk bekerja melalui orang lain, yaitu lebih bersifat mengelola hubungan topdown (atas ke bawah). Hari-hari ini kita menyadari bahwa manajemen bisa mengelola siapa saja, bahkan termasuk atasan kita. Kita akan mengalami banyak kesulitan ketika tidak mampu mengelolanya. Bayangkan, ada berapa permintaan yang kita ajukan kepada atasan setiap harinya, mulai dari permintaan kecil seperti tanda tangan pengeluaran barang, alat tulis kantor, uang kecil, dan sebagainya sampai kepada permintaan besar seperti pengeluaran uang besar, pengajuan proposal proyek, dan sebagainya.

Mengelola atasan memiliki beberapa tujuan, yaitu :

  1. Memperoleh persetujuan atasan

    Kita tidak melakukan apa pun hanya berdasarkan kepentingan diri sendiri, namun kita melakukannya untuk kepentingan perusahaan. Meskipun untuk kepentingan perusahaan, jika atasan melihat tindakan yang akan kita lakukan tidak sesuai dengan gambaran besar yang dia miliki (dan bisa jadi belum dia bagikan kepada kita) atau tidak sesuai dengan nilai dasar perusahaan (budaya organisasi), besar kemungkinan kita tidak akan mendapatkan persetujuan darinya. Sekali gagal mendapatkan persetujuannya, maka kita akan mengalami kesulitan untuk bekerja selanjutnya. Semakin sering kita mengalami hal ini, semakin frustrasilah kita. Semakin frustrasi, semakin besar peluang kita untuk keluar dari tempat kerja karena merasa tidak dipercaya atau atasan sendiri memang tidak percaya dengan kemampuan kita.

  1. Mendapatkan dukungan atasan

    Sering kali kita merasa bangga dapat menangani suatu hal atau pekerjaan secara mandiri, padahal mungkin saja atasan menginginkan adanya keterlibatan dirinya lebih jauh karena kita masih dianggap belum mampu secara mandiri. Mungkin atasan keliru menilai, namun kalau kita dapat bersabar sedikit saja, kepercayaan itu akan kita dapatkan. Tujuan akhir dari mengelola atasan ini adalah mendapatkan kepercayaan dari atasan sehingga kita bisa bekerja sesuai dengan arahannya dan menambahkan gaya kerja kita sendiri di dalamnya. Mempunyai atasan yang mengarahkan ada baiknya. Acap kali saat atasan mendampingi kita, timbul pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada habisnya (sampai kita tidak sabar kapan mulainya pekerjaan ini), belum lagi kecenderungan atasan peduli dan mau ikut bertanggung jawab atas situasi yang ada. Padahal ini adalah kesempatan emas untuk kita belajar darinya, mulai dari cara berpikir, sudut pandang, dan konsep atau filosofinya. Saat kita menangani masalah bersamanya, itu adalah saat yang penting untuk belajar lebih banyak lagi dan tidak hanya membuktikan bahwa kita menghargai dan menghormati atasan, namun selanjutnya akan memudahkan kita dalam menyelesaikan seluruh pekerjaan yang diberikan.

  1. Mendapatkan kepercayaan atasan

    Penting untuk membuat atasan terkesan, sama seperti membuat pelanggan jatuh hati. Atasan yang terkesan akan menyimpan persepsi yang baik tentang bawahannya dan menginginkan terus pengulangan pengalaman yang serupa. Kepercayaan akan tumbuh perlahan, tetapi pasti dan akan memberikan kepuasan kepada kedua belah pihak. Semua orang akan menjadi good guy.

Hubungan dengan atasan adalah hubungan yang sangat krusial dan patut diperjuangkan. Atasan bisa menjadi pemberi masukan yang akurat dengan merefleksikan apa yang kita miliki sekarang dan apa yang perlu kita miliki di masa mendatang. Kalau kita memiliki sikap yang negatif, atasan akan menampilkan sikap yang sama kepada kita. Atasan bisa menjadi guru yang baik dengan memberitahukan apa yang menjadi kesalahan dan kegagalan kita. Ketika kita bisa menerima kegagalan sama baiknya dengan keberhasilan, atasan akan bersikap positif dan memberikan kepercayaan lagi kepada kita dengan memberikan proyek atau pekerjaan lain, bahkan mengulang pekerjaan yang sama karena atasan menginginkan perkembangan diri kita. Kalau hubungan ini penting dan bermanfaat, lalu mengapa kita tidak meluangkan waktu untuk mempelajarinya?

 

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

TUJUH TINGKAT INISIATIF ATAU PEMBERDAYAAN DIRI

Dalam kaitannya dengan mengelola atasan, sering kali bawahan merasa tidak berdaya dalam memengaruhi atasan mereka sehingga mereka memilih untuk bersikap pasif dan tidak mengambil inisiatif dalam memberikan pelayanan kepada Pelanggan Utama mereka, yaitu Atasannya. Bersikap hanya menunggu instruksi, apalagi dengan sikap hati sangat pasif dan tidak peduli dengan umpan balik, akan membuat bawahan semakin tidak memiliki kendali atau pengaruh atas hubungannya dengan atasan. Stephen Covey dalam bukunya The 8th Habit, menyatakan bahwa ada tujuh tahapan bagi individu yang proaktif dengan tujuan meningkatkan lingkaran pengaruh mereka dan mempersempit lingkaran kepedulian.

Berikut tujuh tahapan inisiatif atau pemberdayaan diri menurut Stephen Covey:

  1. Menunggu Sampai Diperintahkan

    Dalam hal berkaitan dengan pekerjaan yang berada di luar pengaruh, kita pada dasarnya hanya perlu menunggu. Kita tidak mau melakukan pekerjaan orang lain. Kita tidak ingin membuat rekomendasi mengenai hal-hal yang berada di luar lingkaran pengaruh kita. Anda tidak lagi menghabiskan energi Anda pada hal-hal yang sama sekali tidak dapat dilakukan. Kalau kondisi ini terus berlangsung, Covey menyatakan bahwa kita bisa terkena penyakit lima kanker emosional yang terus menyebar dan menular, yaitu MENGKRITIK, MENGELUH, MEMBANDING-BANDINGKAN, BERSAING, dan MENENTANG. Kita bisa kehilangan integritas dasar kita yang mendalam dan berusaha mencari aman dari sumber-sumber di luar diri kita.

  1. Bertanya

    Akan sangat masuk akal dan logis untuk mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu yang berada di dalam job description, tetapi berada di luar pengaruh kita. Karena hal itu ada di luar lingkaran pengaruh, kita tidak dapat berbuat banyak terhadapnya. Tetapi, karena hal itu berpengaruh terhadap pekerjaan, banyak orang menganggap bahwa boleh-boleh saja untuk saling tidak bertanya. Jika pertanyaannya cerdas dan merupakan hasil analisis yang menyeluruh serta pemikiran yang cermat, maka hal itu mungkin dapat amat mengesankan dan bisa memperluas lingkaran pengaruh kita.

  1. Membuat Rekomendasi

    Sebuah gambaran menarik mengenai tingkat inisiatif dan pemberdayaan diri ketiga ini ditemukan dalam doktrin yang dipakai militer, yaitu Hasil Kerja Staf Lengkap.

    Lima langkah dasar doktrin ini adalah:

    • Menganalisis masalah
    • Menyusun alternatif dan solusi yang direkomendasikan
    • Menyusun langkah-langkah yang direkomendasikan untuk melaksanakan solusi
    • Memasukkan pula wawasan mengenai semua realitas yang ada (politik, sosial, kemampuan ekonomi, dan lain-lain.)
    • Membuat rekomendasi yang hanya membutuhkan satu tanda tangan persetujuan.
  1. “Saya bermaksud untuk…”

    Termasuk tingkat inisiatif yang lebih tinggi daripada membuat rekomendasi. Orang tersebut telah melakukan pekerjaan analisis yang lebih banyak, sampai dia benar-benar siap untuk melaksanakan tindakan tersebut jika disetujui. Dia merasa memiliki solusinya dan siap untuk mengatasi masalah tersebut.

  1. Melakukan dan Langsung Melaporkannya

    Walau Melakukan dan Langsung Melaporkannya berada pada batas luar lingkaran pengaruh seseorang, hal tersebut berada di dalam pekerjaannya. Kita langsung melapor karena orang lain perlu tahu. Hal ini memungkinkan orang lain untuk melihat apakah segalanya sudah dilakukan secara tepat dan tersedia cukup waktu bagi perbaikan bila diperlukan. Hal itu juga memberikan informasi yang diperlukan oleh orang lain sebelum mereka bisa membuat keputusan selanjutnya dan mengambil langkah-langkah tindak lanjut.

  1. Melakukan dan Melaporkannya secara Berkala

    Tindakan inisiatif ini berkaitan dengan tindakan-tindakan yang bisa merupakan bagian dari evaluasi diri yang bisa dilakukan dalam kunjungan evaluasi kinerja atau laporan resmi sehingga informasi tersebut bisa dikomunikasikan dan dipergunakan oleh orang lain. Jika melapor secara berkala, maka kita melakukan hal yang jelas berada di dalam deskripsi pekerjaan dan di dalam lingkaran pengaruh.

  1. Melakukannya

    Jika ada hal yang terletak tepat di tengah-tengah lingkaran pengaruh dan merupakan inti dari deskripsi pekerjaan, maka kita tinggal melakukannya. Jika kita yakin bahwa kita benar dan bahwa tindakan tersebut tidak jauh dari lingkaran pengaruh kita, langkah yang terbaik adalah Melakukannya.

Dalam membangun efektivitas pribadi kita di mata atasan, sejauh mana kita bisa memasukkan hubungan ini ke dalam lingkaran pengaruh kita? Kalau banyak hal yang menyangkut hubungan kita dengan atasan ada di luar lingkaran pengaruh kita, maka kita akan merasa tidak berdaya dalam mengelola hubungan ini. Dengan membiasakan diri untuk melakukan klarifikasi dan konfirmasi atas instruksi yang diterima, kita membangun kepercayaan diri bahwa kita sanggup melaksanakannya dan memberikan umpan balik apa pun hasilnya. Kita bisa membangun keberdayaan dan tidak lagi pasif dalam menanggapi hubungan kerja yang kita miliki dengan atasan.

 

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

MENGIDENTIFIKASI MASALAH DALAM PERUSAHAAN

Mengidentifikasi masalah bukanlah suatu aktivitas yang sederhana. Sebagai karyawan baru, kita bisa saja tidak tahu bahwa suatu kejadian/ peristiwa tertentu ternyata adalah masalah di perusahaan itu. Hal ini disebabkan karena kita masih belum memiliki wawasan dan pengetahuan yang memadai tentang situasi, lingkungan, peraturan, tata tertib, dan prosedur sehingga kita tidak memiliki kemampuan mengidentifikasi suatu masalah.

Setelah kita mempelajari hal-hal yang ada dalam perusahaan, mulai dari peraturan kerja, deskripsi jabatan, prosedur kerja, sistem, dan aturan-aturan lain dalam perusahaan, mungkin kita akhirnya mampu mengidentifikasi suatu permasalahan. Masalah, pada dasarnya, adalah adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang sekarang ini terjadi. Apabila terjadi kesenjangan, maka itulah yang kita sebut masalah.

Secara umum, permasalahan ada dua. Pertama, masalah sehari-hari atau mungkin yang kita bisa sebut itu adalah masalah administratif atau operasional di mana penyelesaian atau solusi masalah tersebut bisa didapati dari peraturan kerja, deskripsi jabatan, instruksi kerja, prosedur atau sistem, dan kebiasaan yang ada di sana. Permasalahan kedua adalah permasalahan yang jarang terjadi atau permasalahan yang bersifat strategik. Biasanya solusinya tidak terdapat dari dokumen-dokumen kerja yang ada atau kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam perusahaan. Permasalahan yang kedua ini harus disikapi dengan konsep atau pemikiran-pemikiran yang  lebih kreatif.

Belajar dari pendekatan Hay, ada beberapa situasi masalah yang memerlukan pendekatan cara berpikir yang berbeda-beda:

  • Repetitive

    Situasi permasalahan/ isu yang identik atau sangat mirip dan membutuhkan solusi dengan jalan melaksanakan pilihan sederhana atas hal-hal yang sudah dipelajari di masa lampau. Misal seorang Cleaning Service di Mal yang menemukan masalah yaitu muntahan anak kecil di lantai Mal, paham apa yang harus dilakukan dengan mengacu kepada SOP atau Instruksi Kerja yang diterangkan kepadanya.

  • Patterned

    Situasi yang mirip yang membutuhkan solusi dengan melaksanakan pilihan yang membedakan dari alternatif-alternatif yang sudah diketahui atau dipahami. Contohnya seorang Staf Rekrutmen menemukan situasi di mana calon karyawan melakukan kecurangan saat psikotes, maka Staf tersebut akan mengambil keputusan (tidak memproses lebih lanjut) dengan mengambil beberapa alternatif solusi (mengeluarkan calon karyawan pada saat itu juga atau mencatat dan tidak melanjutkan proses seleksi).

  • Variable

    Situasi permasalahan yang berbeda (dengan sebelumnya) dan membutuhkan identifikasi isu-isu, penerapan penilaian, dan seleksi solusi dalam area keahlian dan pengetahuan yang diperlukan. Misalnya QC Assistant Manajer mendapati bahwa hama tertentu secara konsisten mencemari bahan baku dan barang jadi yang menyebabkan kerugian perusahaan. Solusi ini memerlukan seleksi yang efektif atas beberapa alternatif solusi yang diajukan oleh beberapa vendor yang menggunakan pendekatan yang berbeda, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka atas hama tersebut.

  • Adapted

    Situasi yang secara konstan (tetap) membutuhkan adaptasi atau pengembangan solusi baru melalui cara berpikir yang analitis, interpretatif, evaluatif, kreatif, dan inovatif. Contohnya seorang manajer pemasaran yang mendapati perkembangan sales suatu produk yang mengalami penurunan drastis. Ia harus mengembangkan solusi baru yang kreatif sehingga mampu mengangkat kembali penjualan produk tersebut dan mencapai target bisnis yang sudah ditentukan.

  • Uncharted

    Situasi baru yang membutuhkan pengembangan konsep baru dan solusi yang imajinatif atas isu-isu yang tidak pernah ada sebelumnya. Contohnya ketika bisnis turun (di mana sebelumnya bisnis tidak pernah turun sedemikian rupa), seorang Direktur perusahaan harus mengembangkan solusi yang sangat kompleks, apakah itu adalah pengembangan produk atau bisnis baru untuk mengatasi situasi tersebut.

Pemahaman kita atas situasi permasalahan di atas akan membuat kita menyadari bahwa tiap jabatan dalam perusahaan memberikan penyelesaian masalah yang tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dipersyaratkan dalam jabatan tersebut. Semakin kompleks dan berat permasalahan yang dihadapi oleh jabatan tersebut, maka semakin tinggi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dipersyaratkan oleh jabatan itu untuk bisa memberikan hasil kerja yang diharapkan oleh perusahaan.

 

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

LIMA TINGKATAN KEPERCAYAAN ATASAN KEPADA BAWAHAN

Mengelola atasan adalah memberikan hasil kerja yang mendukung pencapaian kerja individu, tim, departemen, divisi, atau bahkan organisasi sehingga membangun kepercayaan atasan dan kita diberi kesempatan untuk memberikan kontribusi lebih lagi. Bagaimana atasan dapat memberikan kepercayaannya lebih lagi kepada kita? Tidak lain tidak bukan, dengan memberitahukan kepadanya bahwa kita bisa dipercaya untuk menyelesaikan tugas-tugas dan target pekerjaan. Dalam melaksanakan penyelesaian tugas-tugas itu, sering kali kita mendapatkan banyak masalah. Masalah yang ada bukan untuk dihindari atau dilemparkan kepada orang lain.

Berikut lima tingkatan kepercayaan atasan kepada bawahan:

  1. The Slug Worker (Karyawan “Siput”)

    Tingkat kepercayaan yang paling bawah adalah no trust, atau tidak adanya kepercayaan. Situasinya akan seperti ini, atasan yang menemukan masalah, atasan menemukan alternatif solusi lalu memutuskan solusi tersebut dan baru bawahan yang mengimplementasikan solusi. Masih syukur bukan atasan yang mengimplementasikan solusi. Kalau atasan juga mengimplementasikan solusi, maka sebetulnya atasan tidak memerlukan bawahan karena bawahan benar-benar tidak memberikan kontribusi apa-apa.

    Dalam level yang pertama ini, sesungguhnya atasan memandang bawahan sebatas kaki tangan. Proses penerimaan karyawan baru juga akan dimulai dari situasi seperti ini karena karyawan baru masih belum memiliki wawasan, apalagi kalau mereka baru lulus dari sebuah universitas di mana fresh graduate tidak memiliki wawasan tentang dunia kerja. Sangat wajar ketika didapati atasan yang menemukan masalah, menemukan alternatif solusi, memutuskan solusi, dan bawahan yang mengimplementasikan solusi.

  1. The Reporter (Karyawan “Pelapor”)

    Level yang kedua adalah level kepercayaan rendah. Pada situasi ini bawahan mampu mengidentifikasi adanya masalah dan memberitahukan kepada atasan tentang masalah tersebut, namun bawahan masih belum mampu memberikan alternatif solusi dan solusinya. Atasan mengambil tanggung jawab untuk menemukan alternatif solusi dan memutuskan solusi yang terbaik atas masalah tersebut. Setelah solusi diputuskan, maka bawahan diberi tahu tentang solusi tersebut dan diminta untuk mengimplementasikan dengan baik.

    Pada level ini, karyawan sudah mulai memahami apa itu masalah. Karyawan sudah mengenali tentang keadaan-keadaan yang seharusnya terjadi dan mampu melakukan pengamatan bahwa ada kejadian yang tidak seharusnya terjadi. Kalau karyawan adalah lulusan baru dari universitas, dia harus mulai mempelajari tentang peraturan, prosedur, dan sistem yang ada dalam perusahaan tersebut. Ketika dia mendapati adanya masalah, namun karena kurangnya wawasan, akhirnya dia hanya bisa memberi tahu atasannya.

  1. The Cautious Worker (Karyawan yang Berhati-Hati)

    Level yang ketiga adalah level kepercayaan menengah. Pada level ini, karyawan mampu mengidentifikasi adanya masalah dan karyawan sudah mulai menunjukkan pemahaman terhadap situasi yang ada dengan memberikan alternatif solusi kepada atasan, namun karyawan masih belum memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk berani mengambil keputusan tentang alternatif solusi yang terbaik. Dari penyediaan data-data yang dimiliki karyawan, atasan membuat suatu keputusan dan karyawan yang mengimplementasikan solusi tersebut.

    Pada level ini, karyawan mulai menunjukkan pemahaman tentang situasi kerja dan mendapati bahwa dalam proses kerja yang dilakukan menghasilkan data-data yang cukup penting untuk menjadi dasar pemecahan masalah. Data-data inilah yang digunakan untuk menemukan alternatif solusi yang terbaik. Selain dari pemahaman tentang peraturan, prosedur, dan sistem kerja, karyawan mulai menggunakan data-data dan mengolah data tersebut untuk kepentingan pengambilan keputusan.

  1. The Conscientious Worker (Karyawan yang Teliti)

    Level yang keempat, tingkat kepercayaan yang tinggi. Pada level ini, karyawan mampu mengidentifikasi masalah, menemukan alternatif solusi, memilih solusi yang terbaik/ rekomendasi, dan menginformasikan solusi kepada atasan. Lalu ketika mendapat persetujuan dari atasan, karyawan mulai mengimplementasi solusi.

    Pada level ini, sebagai pimpinan perusahaan, tentu harapan untuk peran seorang manajer adalah mampu memilih rekomendasi solusi yang terbaik kepada atasan dan menginformasikan untuk dilaksanakan. Jika seorang manajer tidak mampu menemukan alternatif solusi dan memilih solusi yang terbaik, maka sebaiknya perusahaan tidak perlu mengijinkan manajer itu bekerja lebih lama. Kita memilih seorang manajer, karena dia adalah seorang pekerja yang berpengetahuan di mana sumbangsih pekerja ini yang terbesar adalah mampu menjadi problem solver atau bagian dari solusi perusahaan.

  1. The Independent Worker (Karyawan yang Mandiri)

    Level yang terakhir adalah tingkat kepercayaan yang sangat tinggi di mana karyawan mampu mengidentifikasi masalah, mengembangkan alternatif solusi, memilih solusi yang terbaik, mengimplementasi solusi tersebut, dan memberitahukan atasan kemudian. Kalau kita melihat proses pada level terakhir ini, sebetulnya ini yang diharapkan dari seorang General Manager. Seorang General Manager tidak perlu sedikit-sedikit memberitahukan solusi kepada atasan. Mungkin di awal karier General Manager tersebut, dia harus over communication dengan atasan untuk menyamakan persepsi, terutama dalam hal apa yang menjadi nilai-nilai dalam perusahaan tersebut, bagaimana pengusaha menilai lingkungan dan manusia yang bekerja di dalamnya sehingga seorang General Manager jangan sampai membuat solusi yang bertentangan dengan hal-hal yang mendasar tersebut. Apabila seorang General Manager sudah terbiasa bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang ada di sana, maka dia tinggal mengimplementasikan suatu solusi.

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

JENIS FOLLOWERSHIP DALAM DUNIA ORGANISASI

Saat ini banyak universitas atau lembaga pelatihan mengonsentrasikan diri untuk menyampaikan tentang kepemimpinan, namun tidak ada yang membicarakan tentang followership. Kebutuhan mengenai followership sebenarnya jauh lebih besar daripada kepemimpinan. Berbicara mengenai mengelola atasan, sebetulnya kita sedang berbicara bagaimana menjadi bawahan atau staf yang baik, bahkan idaman! Antara atasan dan bawahan pada dasarnya saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bawahan dan atasan bekerja ‘mengitari’ tujuan organisasi, bukan bawahan bekerja ‘mengitari’ atasan. Tujuan organisasilah yang menjadi pusat perhatian mereka. Tanda kepemimpinan besar adalah bagaimana pemimpin mampu menumbuhkembangkan pengikutnya, demikian juga tanda followership yang besar adalah bagaimana bawahan mampu menumbuhkembangkan pemimpinnya.

Ada beberapa jenis pengikut dalam dunia organisasi secara umum:

  1. Pragmatic Follower (Pengikut yang Pragmatis)

    Pengikut yang pragmatis percaya bahwa tetap tinggal dalam aturan adalah penting. Aturan dibuat adalah untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar. Orang yang membuat aturan pasti memikirkan baik-baik mengapa dan apa tujuan sebuah peraturan dibuat. Seseorang yang berada dalam organisasi tidak perlu melakukan percobaan lagi. Hal yang sangat penting adalah menghindari ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam organisasi, terutama ketika organisasi berproses untuk mencapai tujuannya. Hal yang positif tentang pengikut ini adalah mereka menempatkan segala sesuatu pada perspektif yang sebenarnya. Mereka tidak menggunakan perasaannya sebagai alat yang utama dalam melakukan penilaian, namun bagaimana aturan yang sudah ada ditempatkan di setiap peristiwa atau perilaku dalam kategori perbuatan yang terpuji atau tercela.

  1. Alienated Follower (Pengikut yang Terasingkan)

    Pengikut yang terasingkan percaya bahwa pemimpin mereka tidak mengenali atau menggunakan talenta mereka secara penuh. Mereka tidak dihargai, dalam kacamata mereka, dan merasa diasingkan dari lingkaran pergaulan pemimpin mereka. Kalau mereka memang pintar, kondisi ini bisa berbahaya karena secara psikologis mereka inilah yang disebut dengan BSH, yaitu Barisan Sakit Hati. Sesungguhnya pengikut jenis ini adalah orang yang tidak konvensional dan memiliki pemikiran-pemikiran baru. Mungkin karena tidak memiliki kemampuan interpersonal yang baik, pemikiran mereka dianggap radikal dan “nyeleneh” dibandingkan dengan prinsip-prinsip organisasi yang sudah ada. Dalam sebuah tim kerja, pengikut yang terasingkan ini kerap kali memainkan peran penting dalam sebuah proses diskusi.

  1. Conformist Follower (Pengikut yang Konformis)

    Pengikut yang konformis percaya bahwa mengikuti prosedur yang sudah baku adalah lebih penting daripada hasil itu sendiri. Setiap prosedur yang dibuat, diyakini pasti berhasil karena sudah melalui ujian. Penerimaan pada prosedur yang sudah ada, dijalani dengan sebuah sikap yang menerima apa adanya. Kelebihan pengikut ini adalah mampu menerima sebuah tugas dari pemimpin dengan mudah karena pada dasarnya mereka tidak banyak mempertanyakan apa dan mengapa. Mereka tulus dan percaya penuh dengan menyerahkan diri mereka kepada anggota tim yang lain dan para pemimpinnya. Mereka berusaha untuk hidup damai dalam organisasi dan meminimalkan konflik dengan yang lain. Kepercayaan mereka yang tulus dan penerimaan terhadap orang lain membuat mereka tidak kritis dan mempertanyakan hal-hal penting yang harus dipertanyakan. Mereka tidak memiliki ide-ide seperti pengikut yang terasingkan dan tidak akan mengambil posisi yang oposisi dalam sebuah dinamika kelompok.

  1. Passive Follower (Pengikut yang Pasif)

    Pengikut yang pasif percaya bahwa organisasi tidak menginginkan ide-ide mereka dan apa yang dilakukan pemimpin adalah sekehendak pemimpin itu sendiri, tidak memedulikan apa yang menjadi perhatian mereka. Pada dasarnya, pengikut jenis ini memiliki pemikiran yang negatif tentang pemimpin dan otoritasnya serta cenderung menarik diri dari lingkaran pemimpin. Berbeda dengan pengikut yang terasingkan, pengikut yang pasif dengan sukarela mengasingkan diri mereka karena mereka sudah melakukan ‘antisipasi mandiri’ untuk keluar dari lingkaran pengaruh pemimpin. Hal yang baik dari pengikut yang pasif adalah mereka berusaha mempercayai apa yang menjadi penilaian dan pemikiran pemimpin. Jika itu tidak sesuai dengan pemikiran mereka, tidak ada upaya untuk menyampaikan atau mengekspresikan pendapat atau perasaan mereka kepada pemimpin.

  1. Exemplary Follower (Pengikut Teladan)

    Pengikut yang menjadi teladan percaya bahwa kontribusi mereka adalah sangat penting, bahkan sangat mendasar bagi perusahaan. Ini bukan suatu kesombongan, tetapi lahir dari konsep diri yang positif yaitu cara memandang diri yang positif dan seimbang dalam melihat kelebihan dan kelemahan dirinya. Organisasi tidak akan ada seperti sekarang ini, kalau tidak ada campur tangan mereka. Namun tidak berarti perusahaan harus memberikan penghormatan yang bagaimana karena imbal jasa sudah mereka terima setiap periode tertentu (upah). Kelebihan pengikut ini adalah bagaimana mereka sangat bergairah untuk memberikan kinerja terbaiknya, tidak hanya yang terdapat dalam deskripsi kerja mereka (job desc). Mereka berpikir untuk kepentingan yang lebih besar yaitu organisasi atau perusahaan itu sendiri, bahkan melebihi diri sendiri dan departemen mereka.

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS PERSONAL PENGIKUT TELADAN YANG DIHARAPKAN OLEH PEMIMPIN

Pengikut teladan percaya bahwa kontribusi mereka adalah sangat penting, bahkan sangat mendasar bagi perusahaan. Ini bukan suatu kesombongan, tetapi lahir dari konsep diri yang positif yaitu cara memandang diri yang positif dan seimbang dalam melihat kelebihan dan kelemahan dirinya. Organisasi tidak akan ada seperti sekarang ini, kalau tidak ada campur tangan mereka. Namun tidak berarti perusahaan harus memberikan penghormatan yang bagaimana karena imbal jasa sudah mereka terima setiap periode tertentu (upah).

Berikut karakteristik dan kualitas personal pengikut teladan yang diharapkan oleh pemimpin:

  1. High Self-esteem (Harga Diri yang Tinggi)
    Bawahan yang percaya diri dan yakin pada kemampuan dirinya secara sehat akan memberikan keleluasaan kepada atasan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara terbuka tanpa takut menyinggung perasaan anak buahnya. Semakin atasan merasa mudah untuk mengekspresikan dirinya, semakin banyak kesempatannya untuk mendapatkan ide-ide yang brilian ketika berhubungan dengan bawahan yang percaya diri ini. Pengalaman yang positif ini membuat atasan ingin mengulangi dan berhubungan semakin intensif untuk menghasilkan karya yang lebih baik dan lebih baik lagi.

  1. Intelligence (Kepandaian)
    Kepandaian ini sangat penting terutama dalam menerima informasi, menerjemahkan, dan membuatnya sesuai dengan harapan atasan. Bawahan yang pandai juga akan sangat mampu mengeksekusi suatu instruksi dan memberikan umpan balik yang cenderung berbuah keberhasilan. Bawahan yang pintar akan melakukan inisiatif-inisiatif yang diperlukan, bahkan ketika instruksi itu tidak terlalu jelas sekalipun.

  1. Enthusiasm (Antusiasme)
    Rahasia keberhasilan yang sering tersembunyi dan tidak diketahui oleh orang adalah antusiasme! Dale Carnegie menceritakan tentang perjuangannya menjadi seorang salesman yang ditempatkan di daerah yang sangat minus (terburuk dari peringkat penjualannya), dalam waktu empat tahun mengubah tempat itu menjadi nomor satu. Hal ini didapatkan dengan cara antusias yang tinggi. Kondisi seberat apa pun akan bisa ditaklukkan dengan jalan senantiasa antusias dan bergairah tentang apa yang sedang kita kerjakan.

  1. Strong Communication Skills (Keterampilan Berkomunikasi yang Tinggi)
    Kemampuan komunikasi yang penting dimiliki oleh seorang bawahan adalah dengan memberikan umpan balik setelah melaksanakan tindakan berdasarkan instruksi atasannya. Lakukan klarifikasi dan konfirmasi atas setiap perintah atasan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Banyak orang meremehkan keterampilan berkomunikasi ini dan tidak sadar bahwa miskomunikasi sering kali menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan ketidakpercayaan satu dengan yang lain, sementara dasar dari semua hubungan termasuk hubungan kerja adalah kepercayaan.

  1. Initiative (Inisiatif)
    Inisiatif adalah bentuk kepercayaan diri yang tinggi dari bawahan ketika dirinya dipercaya lebih banyak dari atasannya. Ketika atasan mempercayai bawahannya, sering kali timbul harapan dari atasan bahwa bawahan bisa melakukan suatu tindakan tanpa perlu mengonsultasikan hal itu kepadanya.

  1. Energy (Energi atau Motivasi)
    Bawahan yang menampilkan energi yang tinggi akan membuat atasan dan rekan kerjanya juga termotivasi untuk bekerja. Energi menjadi salah satu nilai penting dalam perusahaan General Electric, di mana Jack Welch menginginkan semua karyawan tanpa kecuali, dinilai dan diperbandingkan dengan rekan lainnya. Karena energi dipandang sebagai suatu nilai penting yang harus ditampilkan oleh karyawan dalam kegiatan pekerjaannya sehari-hari.

  1. Courage (Keberanian)
    Karyawan yang unggul adalah karyawan yang berani melakukan tindakan yang harus dilakukan. Keberanian muncul ketika seseorang memiliki kepercayaan diri. Jack Welch mengenali pentingnya kepercayaan diri karena tanpa kepercayaan diri, tidak akan ada produktivitas. Seorang karyawan yang paham dengan uraian kerjanya, tanggung jawab, dan wewenangnya, akan memiliki keberanian untuk bertindak sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

  1. Political Astuteness (Kecerdikan Politis)
    Seorang bawahan yang diinginkan atasan adalah mampu bersikap dan bertindak dalam konteks politik kerja secara elegan. Kadang ketika sumber daya terbatas dan ada tarikan-tarikan dalam organisasi untuk mendapatkannya, maka sebuah situasi politik tidak akan terhindarkan. Selalu ada politik dalam kantor, namun bukan berarti segala sesuatu dipolitisir untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Bersikap cerdik dalam sebuah situasi adalah sangat penting, namun juga penting untuk memiliki ketulusan dalam motivasi kita.

  1. Cooperation (Kerja Sama)
    Menjadi harapan dari atasan adalah kerja sama dengan bawahan. Percuma memiliki bawahan yang pintar dan terampil, tetapi tidak bisa kerja sama. Kerja sama adalah kualitas personal bawahan yang penting dan bahkan bisa dikatakan mutlak.

  1. Loyalty (Kesetiaan)
    Kesetiaan adalah kualitas yang semakin hari semakin langka di muka bumi ini, namun tidak ada salahnya kesetiaan masih kita taruh dalam kualitas pengikut yang diinginkan. Banyak program dan aktivitas kerja tidak bisa dilaksanakan karena orang yang mengerjakannya sudah pindah kerja di tempat yang lain.

Referensi:

Tedja, Ferry Wirawan. 2018. Managing Your Boss. Bandung: Prestasindo Mediaswara